Selasa, 01 Oktober 2013

TAKUT MATI itu berarti SUDAH MATI saat itu juga



Rahasia di balik seragam loreng :
Sebelum tahu rasanya mengenakan seragam ini, hatiku sangat ingin dan penasaran..  seperti apa sih hebatnya??  Juga seberapa kerennya saya ketika berhasil mengabadikan diri sendiri dan ber pamer ria menunjukkan hasil jepretan temen saya ini kepada khalayak umum (huehehehe... berasa super terkenal).

Dan ternyata, setelah saya pilih-pilih yg size nya oke (walaupun ga ada satupun yg pas dgn ukuranku), setelah semua komplit... mulai deg-deg an euy...
Apalagi teringat dengan temenku yang nangis sesenggukan meluk temennya setelah melepas kegagahan si loreng, duh jadi ciut juga.  Apa ya.... yang akan terjadi padsaya beberapa detik kemudian??

Setelah kita berkumpul satu team, dan dapat pengarahan satu dua tiga, kami diperbolehkan MAJU ANGKAT SENJATA...!!!
Dengan keberanian sangat seadanya (alias ciut), saya berusaha mengobarkan semangat team.
Sok-sokAn membantu Ketua Team untuk menjalankan strategi. 

Oke saya stan-by di tong 1, tong 2 di isi A, lini belakang di jaga C.  Atas  siap dengan pasukan 'bomber'..SERBUUUUUU.....!!!!
Dan deeeeeeeeeeeerrr.. derrr.... deeeeeeeeerrrrr........!!! Kami terus menyerang lawan di depan.
(Dalam benakku, Masyaallah...betapa bulat nian tekat para prajurit yg sesungguhnya)
"Tsayat Mati" itu berarti "Sudah Mati" saat itu juga.

Jujur aja, ada rasa ingin maju menyerang satu demi satu lawan di depan.
Tapi, karena feeling mengatakan "kalau saya maju asal-asalan itu sama aja bunuh diri".  Apalagi saya tahu posisi di tong 1 menuju tong di depan itu sangat empuk untuk jadi sasaran tembak.

Akhirnya (rada pasrah) saya berusaha dengan sangat berat (senjatanya berat euy untuk seukuran berat badan saya) saya bidikkan peluru ke posisi lawan yang terlihat. Dar der dar der sebenernya kalo peluru asli tuh orang udah tewas mengenaskan.  Hampir setengah isi senjata saya habis untuk memberondong 'nyawanya'.  Yang saya tahu belakangan (setelah lawan saya cerita), dia udah berkali-kali terkena tampikan peluru, tapi ga bisa dianggap 'gugur' karena peluru saya tidak pecah mengenai tubuhnya secara langsung.  Untung ya boossss.....heehhehehe... (maaapp juga, ternyata anda yang menjadi sasaran saya).

Detik berganti detik, saya tetap risau tentang gambaran buruk yang ada.  Kalau saya maju bisa saja saya dapat membuat lawan gugur, tapi besar kemungkinan juga saya yang gugur.  Udah google-nya (penutup kepala seperti helm yg melindungi bagian kepala sampai leher) burem, ditambah penglihatan saya yang sangat terganggu karena kacamata saya ikutan buram karena uap nafas sendiri (ooohhh ini tooo alasannya kenapa mereka-mereka yang mencaonkan diri sebagai aparatur negara itu tidak boleh pakai kacamata, alasannya karena ribet. Dan juga ga sangat membahayakan diri sendiri juga kawan-kawannya, siapa tahu salah tembak karena kawan dikira lawan). Okeee..

Lanjuuutt...
Ditengah keresahan saya, sambil istirahat dari rasa pegal karena beratnya senjata, saya koordinasikan tentang strategi kami yang ga maju-maju membuat gugur lawan.
"Komandan, bagaimana ini, kalau saya maju ke depan, 2 musuh di kanan dan kiri  akan sangat mulus menjadikan saya almarhum di medan ini.  Posisinya sangat jelas, Komandan.." (tsayat kena peluru gara-gara lihat ada yang nangis tadi, apalagi saya kurus)
Nah terus Komandan ambil keputusan, "Oke, saya yang maju ke sana. Tolong kalian berdua lindungi saya."
"SIAP KOMANDAN !!!"
Majulah beliau.
Dan BENAR.  Belum sampai tujuan, Komandan harus bergelar, 'ALMARHUM', kakinya jadi sasaran  cantik.
Oooouuwwww...... (campur aduk deh perasaan saya, ciyusss ga lebay)

Dengan perasaan yang semakin risau, saya terus fokus pada 1 tujuan, membuat 1 musuh saya out.
Ditengah-tengah semangat yang kembang kempis, eeeehhh apa mau dikata, saya dipaksa harus meninggalkan medan perang.  Saya sudah kehabisan peluru.
Oh NOOOOOO......!!!!!
But, OKE laaaaahhh....., "Suh (dalam hati bicara dengan musuh), kali ini kalian beruntung.  Beruntung karena nyali saya kacangan, beruntung karena saya salah posisi, beruntung karena peluru saya habis.  Suh, saya pamit.  Awas yaaaa...." (alhamdulillah, sampai akhirnya saya harus mengsayai kepayahan diri, saya tidak terkena peluru sedikit pun, walau hanya kecipratan kecil, ga keren lah pokoknya, cuma keingetan doang).

Dan di space area, saya sudah disambut sangat hangat oleh Komandan saya, beliau cerita ini itu, pengalaman di medan tempur yang sudah saya lihat sendiri.  (lagak sok perhatian, saya unjukkan muka iba).

"Say..... ayo sekarang bisa foto kan...??? Liat mukanya.....!!!" teriak sahabat saya yang sedari tadi stand-by dengan kamera, mengabadikan aksi team kami.
Jadi ada perasaan sangat malu yang timbul terus ke atas ga turun-turun.
Apa yang harus dibanggakan ya dengan nampangnya muka saya, setelah sekian lama tidak memberikan kontribusi jelas.  Malah saya nilai diri saya sangat tidak penting dalam team ini.  Mengecewakan lah pokoknya.  (merasa sangat malu dengan perjuangan para pahlawn--begini beratnya perang--)

1 jepret sudah cukup untuk mengabadikan kepayahan yang saya buat di hari itu.
Tidak ada 'KALAU SAJA', tidak juga 'ANDAIKATA'
Semua sudah SELESAI.
TIDAK BISA DIULANG.





1 Oktober 2013
Selamat mengingat Hari Kesaktian Pancasila
dan Kesaktian Menulis.

_che_
thx myblog